FUNGSI MADRASAH DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM - My Articles
Pendidikan islam
mempunyai sejarah yang panjang.dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan
islam berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam konteks
masyarakat Arab, di mana islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan
islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan merupakan transformasi besar. Sebab
masyarakat Arab pra Islam pada dasarnya tidak mempunyai system pendidikan
formal. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan umumnya bersfat informal, dan
ini pun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah islamiyah, penyebaran dan
penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah islam.
Pada masa ini,
berlangsung pendidikan islam yang diselenggarakan di rumah-rumah sahabat
tertentu dan yang paling dikenal adalah Dar al-Arqam. Namun ketika masyarakat
islam sudah terbentuk, pendidikan diselenggarakan di masjid yang dikenal dalam
bentuk halaqah.
Kebangkitan madrasah
merupakan awal dari bentuk pelembagaan islam secara formal.
Sepanjang sejarah
islam, madrasah diabdikan terutama kepada al-ulum
al-islamiyyah atau tepatnya al-ulum
al-diniyyah ilmu-ilmu agama, dengan penekanan khusus pada bidang fiqih,
tafsir, dan hadis. Meski ilmu-ilmu seperti ini juga memberikan ruang gerak
kepada akal untuk melakukan ijtihad, setidaknya pada masa-masa klasik, jelas
ijtihad di situ bukan dimaksudkan berpikir sebebas-bebasnya.Dengan demikian,
ilmu-ilmu nonagama (profan) sejak
awal perkembangan madrasah sudah berada dalam posisi yang marjinal.
Meski islam pada
dasarnya tidak membedakan nilai ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, tapi
dalam praktiknya supremasi lebih diberikan kepada ilmu-ilmu agama. Terlepas
dari semua itu, jika dipandang semata-mata dari sudut keagamaab dalam
pengertian terbatas, supremasi dan dominasi ilmu-ilmu keagamaan dalam batas
tertentu agaknya mengandung implikasi positif. Supremasi itu membuat transmisi
syariah atau fiqih yang merupakan inti islam, dari generasi-generasi awal
muslim kepada generasi-generasi berikutnya menjadi “lebih terjamin”, walaupun
supremasi tersebut tidak berlangsung dengan cara yang lebih dinamis. Karena
itu, tak heran kalau Staton tidak berhasil membuktikan kaitan yang jelas antara
lembaga pendidikan tinggi islam dengan kemajuan berbagai cabang sains dalam
peradaban islam. Ini tidak aneh karena seluruh kurikulum madrasah yang pernah
diteliti sepenuhnya bermuatan ilmu-ilmu agama.Hanya terdapat beberapa bidang
ilmu-ilmu yang diharamkan pada madrasah-madrasah Sunni, seperti filsafat dan
ilmu pasti sampai pada masa-masa lebih belakangan.
A. Madrasah dan Perkembangan
Ilmu Pengetahuan
Islam
1. Madrasah
pada masa Dinasti Umayyah di Spanyol
Di masa klasik,
kurikulum yang terdapat di lembaga pendidikan islam, tidak menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam.
Dalam suatu jangka waktu, pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru ia
diperbolehkan mempelajari materi yang lain, atau yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya pada tahap awal siswa diharuskan belajar tulis-baca,
berikutnya, ia belajar berhitung dan seterusnya. Ini disebabkan belum adanya
koordinasi lembaga oleh suatu organisasi atau pemerintah seperti sekarang ini.
Meski dalam kasus tertentu penguasa turut mengendalikan pelaksanaan pengajaran
di madrasah-madrasah, pelaksanaan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung
kepada guru yang memberikan pelajaran.
Di bagian barat wilayah muslim, Dinasti Umayyah (138-418
H/756-1027 M) mengembangkan banyak al-Jami’ah di kota Seville, Cordova, Granada
dan di kota-kota lain. Di Spanyol perkembangan pendidikan tinggi di mulai pada
abad kesepuluh.Bangsa Moor dan berikutnya bangsa Arab, memasuki Spanyol pada
tahun 712.Mendekati tahun 756, pangeran dari dinasti Umayyah, Abdul Rahman
telah ditaklukkan oleh tentara dari Abbasiyah, khalifah Al-Mansur dan mengangkat
amir di Cordova. Inisiatif lain abad
keemasan islam di Spanyol bagian selatan, di bawah Umayyah ini, terus berjalan
hinggaabad keseblasan. Sementara itu abad kesepuluh adalah puncak perkembangan
intelektual muslim Spanyol dengan Cordova sebagai pusatnya.
Universitas-universitas tersebut menjadi symbol-simbol yang cemerlang bagi
kepentingan pendidikan Muslim, dan memberikan sumbangan khusus bagi kemajuan
Eropa abad pertengahan.
Sebagai prestasi dan sumbangan tersebut menjadimungkin
diberikan lantaran luasnya muatan universitas-universitas islam. Universitas
Cordova memiliki program studi astronomi, matematika dan kedokteran, selain
teologi dan hukum.Kurikulum universitas Granada mencakup teologi, hokum,
kedikteran, falsafah, dan astronomi.
2. Madrasah
pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Kondisi yang sama juga
meliputi lembaga pendidikan tinggi (al-jami’ah,
Bayt al-Hikmah, madrasah) di wilayah dinasti Abbasiyah. Seluruh lembaga
menawarkan pendidikan universitas dalam cakupan yang lebih luas, seperti bahasa
Arab, astronomi, kedokteran, hukum, logika, metafisika, aritmatika, pertanian,
dan lain-lain.Namun seiring dengan berdirinya madrasah, perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan mengalami penurunan ketika mu’tazilah yang semula menjadi
mazhab resmi Negara dibatalkan oleh Mutawakkil.Ketika madrasah mulai berdiri,
ternyata perkembangan itu tidak menggunakan madrasah sebagai media transmisi,
bahkan filsafat dan ilmu pengetahuan itu terpaksa dipelajari secara individual
dan mungkin di bawah tanah, karena dikhawatirkan mengganggu supremasi ilmu-ilmu
agama.Sehingga pada saat itu terdapat beberapa mudarist yang menawarkan program studi khusus bidang-bidang ilmu
agama, seperti ulumul quran, ulumul hadis, dan lain-lain. Kekhususan tersebut
dapat dilihat dari nama sekolahnya. Jadi madrasah Nahwiyah misalnya, adalah
lembaga yang mengkhususkan diri dalam studi islam tentang tata bahasa Arab
(nahwu).
Madrasah mempunyai satu
perpustakaan yang bergabung dalam bangunan yang sama. Walaupun perpustakaan
telah lama terdapat di istana dan rumah-rumah bangsawan, dan hartawan,
perpustakaan sebagai bagian dari madrasah adalah hal yang jarang.Untuk
menyediakan manuskrip bagi mahasiswa, madrasah mencontoh praktik halaqah-halaqah gerakan rasional yang
telah terpengaruh oleh budaya Hellenistik dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan Abbasiyah. Tersedianya berbagai karya hanya bukan sekadar buku-buku
pelajaran, meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa dengan memperkenalkan
mereka kepada bermacam pandangan dan kepada sejumlah tulisan tidak hanya
bermacam pandangan dan kepada sejumlah tulisan tidak hanya sekadar kebutuhan langsung perkuliahan.
Madrasah yang didirikan
oleh Nizham Al-Mulk merupakan salah satu penyebab perkembangan ilmu pengetahuan
menjadi begitu cepat. Abu Sammah menulis: “Sekolah-sekolah Nizham Al-Mulk
termahsyur di dunia. Tidak ada satu negeri pun yang di situ tidak berdiri
Nizham Al-Mulk.
Nizhamiyah memberikan
perhatian pada ilmu aritmatika, sedangkan madrasah-madrasah lain mengajarkan
ilmu nahwu, Tafsir, hadis, fiqih, adapula yang mengajarkan ilmu kedokteran.Dan
memang secara umum madrasah-madrasah mengajarkan ilmu keislaman.Topic-topik
utama dalam kurikulum mereka mempelajari Alquran-fiqih, teologi dan lain-lain.
Seperti telah
disebutkan diatas, ternyata madrasah Nizhamiyah juga mempunyai potensi untuk
mengembangkan lmu pengetahuan dengan memperhatikan kepada ilmu aritmetika, dan
juga pada madrasah Mustansyiriah mengajarkan ilmu tersebut.Hal ini sangat
menarik karena yang dulunya mereka tidak menyukainya, tapi ternyata ilmu
tersebut dibutuhkan oleh mereka.Bahkan ditemukan masjid dan madrasah lain yang
mengajarkan ilmu pengetahuan Yunani, contohnya masjid Mustansyiriah di Baghdad
mengajarkan ilmu murni, seperti obat-obatan, farmasi, dan gometri.
3. Madrasah
Akhir Periode Klasik Islam
Setelah berakhirnya
periode klasik islam, ketika islam mulai memasuki masa kemundura, Eropa bangkit
dari keterbelakangannya. Kebangkitannya itu bukan saja terlihat dalam bidang
polotik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan islam dan
bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang
mendukung keberhasilan polotik Eropa. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bias
dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyollah Eropa banyak
menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika islam mencapai masa keemasannya,
Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad
di Timur. Ketika itu orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan
tinggi islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi Eropa. Banyak prestasi yang
telah diperoleh Spanyol islam, yang pengaruhnya telah membawa Eropa, bahkan
dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Kemajuan-kemajuan tersebut terdapat
dilihat pada bidang-bidang sebagai berikut: kemajuan dalam bidang intelektual,
filsafat, sains, music dan kesenian, bahasa dan sastra, bahkan juga dalam hal
kemegahan pembangunan fisik. Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat
ini banyak berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan islam yang berkembang
di periode klasik.
B. Fungsi Madrasah Dalam Mentransmisikan
Ilmu Pengetahuan
Agama
Berdasarkan kenyataan
yang ada, ada semacam kesepakatan bahwa madrasah dianggap sebagai lembaga yang
khusus mentransmisikan ilmu-ilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada
bidang fiqih, tafsir, dan hadis dan tidak memasukkan ilmu-ilmu umum dalam
kurikulumnya. Hal ini menurut Azra disebabkan karena tiga alasan: pertama, ini berkaitan dengan keagamaan
yang dianggap mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan “cepat” menuju
Tuhan. Kedua, secara institusional
madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang agama.Ketiga, berkenaan dengan kenyataan bahwa
hamper seluruh madrasah didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf dari
penguasa politik muslim atau dermawan kaya, karena didorong oleh adanya
motivasi kesalehan.
Dengan kurikulum yang
terfokus pada bidang keagamaan tersebut, madrasah justru dapat diterima luas di
kalangan masyarakat, karena materi pokok yang diajarkan madrasah pada saat itu
seperti fiqih, dianggap memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat diberikan pada anggota
masyarakat dalam segala tingkatan umur.Di samping itu, para pengajar madrasah
adalah para ulama yang notabene merupakan panutan masyarakat serta pembela
kepentingan mereka dan memiliki kedudukan khusus dalam pemerintahan.
Melihat kenyataan yang
ada, penulis dapat menguraikan bahwa madrasah memiliki fungsi dan peranan yang
besar dalam mentransmisikan ilmu pengetahuan islam. Adapun jenis dan cara
pentrasmisian tersebut adalah:
1. Ilmu pengetahuan yang Ditransmisikan
Madrasah
Berdasarkan hasil
penelitian para ahli bahwa di antara ilmu-ilmuyang ditransmisikan oleh madrasah
adalah Alquran dan tafsirnya, hadis, fiqih, ushul fiqih, kalam, dan bahasa Arab
, nahwu, sharaf, balagah sebagai penunjangnya. Dan dalam rangka menghindari
kesulitan memahami bahasa Arab, logika dan retorika juga menjadi kajian di
madrasah khususnya di Nizhamiyah.
2. Cara Madrasah Mentransmisi Ilmu
Pengetahuan Islam
Ketika madrasah mulai
bermunculan, salah satu di antaranya adalah madrasah-madrasah Nizhimiyah,
system ujian sering diadakan. Namun peranan dan prestise guru, secara
individual adalah demikian besarnya, sehingga ijazah-ijazah yang dikeluarkan
atas nama guru bukan atas nama madrasahnya. Namun ini tidak berarti bahwa
madrasah tidak mempunyai fungsi strategis terhadap terjadinya transmisi ilmu.
Dan pendapat Fazhur Rahman bahwa mayoritas ulama termasyhur pada abad
pertengahan bukan produk madrasah-madrasah, melainkan bekas murid-murid
informal dari guru-guru individual, tidak bias dianggap benarsluruhnya. Sebab,
besar kemungkinan pengkajian disiplin ilmu yang dilakukan antara peserta didik
dengan syaikhnya di luar jam pelajaran ini juga dimasukkan sebagai bagian
kegiatan secara keseluruhan.
Secara umum, alur
transmisi ilmu pengetahuan di madrasah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian:
a. Transmisi lewat Lisan (Oral Transmission)
Sebagaimana dimaklumi
bahwa dunia pendidikan islam klasik mempunyai keyakinan bahwa belajar dengan
syaikh secara pribadi dan mendengar langsung keterangan dari syaikh, tidak
hanya lewat tulisannya, dianggap sebagai metode transmisi yang baik. Peserta
didik tidak dianggap cukup hanya membaca teks, walaupun teks itu adalah buah
karya syaikhnya sendiri. Metode ini dilaksanakan dengan cara guru membaca teks
yang dipelajari kemudian memberikan keterangan dan siswa mendengarkan secara
seksama.
b. Transmisi lewat Tulisan
Di samping mencatat
teks yang didektekan oleh mudarris,
transmisi ilmu lewat tulisan juga direalisasikan dengan cara penyalinan teks.
Buku-buku pada masa itu adalah sangat mahal, sehingga siswa sulit untuk memiliki
kecuali dengan menyalinnya.
Adapun bagaimana metode
madrasah, khususnya madrasah Nizhamiyah, mentransmisikan ilmu-ilmu agama,
menurut Stanton, proses transmisi itu berkisar antara menulis catatan dari
guru, membaca, imlakdan berdebat. Sementara penelitian Makdisi menyebutkan
bahwa metode belajar-mengajar yang menjadi media transmisi ilmu agama meliputi
hapalan, pengulangan, pemahaman, mudzakarah,
mencatat, ta’liqat, dan munazharah.
Fungsi madrasah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan islam juga dapat dilihat dari atmosfir pendidikan yang khas dengan
memadukan kehidupan akademik dengan kehidupan social dari orang yang tinggal
dalam lingkungannya. Madrasah menggabungkan antara fakultas dan mahasiswa dalam
satu komunitas intelektual.Organisasi seperti ini sangat mendukung asimilasi
mahasiswa ke dalam kehidupan akademis dan dunia intelektual.
Ketikaseorang mahasiswa
telah siap dalam bidang studi tertentu, ia maju untuk menjalankan ujian lisan.
Jika penampilannya memenuhi standar yang ditentukan syaikhnya,ia akan menerima
sebuah ijazah-sebuah surat yang menyatakan kelayakannya untuk mengajar suatu
bidang studi tertentu. Jika ia adalah mahasiswa fiqih, ijazah yangia terima
akan menyatakan kemampuannya mengeluarkan fatwa. Mereka yang mempunyai ijazah
di bidang fiqih, bias mencoba membangun kariernya sendiri secara profsional di
lembaga-lembaga serupa, atau menjadi pegawai pemerintahan sebagai mufti,
atau di arena diplomasi. Bila ijazah yang diperoleh adalah bidang ilmu agama
yang lain, pemegangnya bias mencoba karier sebagai penasihat atau tutor
dikalangan birokrasi atau di rumah-rumah pribadi, di samping melihat
kemungkinan pengangkatan menjadi staf masjid. Setelah beberapa waktu, yaitu
mencapai status ilmuan dengan reputasi tertentu, dia mungkin akan ditawari
jabatan syaikh disebuah masjid atau madrasah.
Dengan kondisi seperti
itu madrasah sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Tampak
jelas bahwa out put yang dikeluarkan
oleh madrasah turut berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan islam.
C. Peranan Ulama Dalam
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam
Lembaga pendidikan islam memiliki peranan yang sangat
penting dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan. Kegiatan intelektual dalam
sejarah peradaban Islam merupakan salah satu mata rantai dari serangkaian
perjalanan sejarah lembaga pendidikan Isam pada masa nabi dan khulafa
ar-Rasyidin dengan adanya as-syufah dilanjutkan
pada masa Bani Umayyah dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Abbasiyah yang
ditandai dengan berdirinya lembaga pendidikan, seperti madrasah Nizhamiyah dan
al-Azhar. Pengaruh para ulama dalam mengembangkan tradisi keilmuan Islam tidak terlepas dari lembaga pendidikan tersebut.
Adapun ulama yang memiliki pereanan penting dalam
mengembangkan pengetahuan Islam, baik selama mereeka mendalami ilmu di lembaga
madrasah maupun selama mereka menjadi tenaga pengajar dilembaga tersebut,
mereka antara lain, Al-Ghazali. Beliau merupakan alumni sekaligus salah satu
tenaga pengajar pada madrasah Nizhamiyah. Ia dikenal sebagaai salah seorang
filosof, ahli fiqih, sufi reformer, dan juga negarawan. Ia menulis lebih dari
400 buku besar dan risalah-risalah. Al-Ghazali yang menjadi syaikh madrasah di
Baghdad ini ,cukup terkenal sebagai tokoh ilmuan Islam yang ensiklopedis.
Banyak peneliti yang mengkaitkan perkembangan keilmuan Islam sejak abad ke-6
dengan peran yang dimainkannya, khususnya selama ia menjadi syaikh di madrasah
itu.
Al-Ghazali berasal dari Tus Persia. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasar di negerinya, ia menuntut ilmu di Jurjan pada syaikh Abu Nasr
Al-Islami. Setelah itu meneruskan pendidikannya ke Naisabur. Di sana ia menjadi
pengikut tetap pengajian imam Al-Haramin Al-Juwaini yang menjadi syaikh
madrasah Nizhamiyah. Ia mampu menguasai berbagai cabang ilmu, seperti fiqih
Syafi’i, perbandingan mazhab, debat, ushul fiqih, ushul din, dan mantiq.
Sementara itu, ia pun menulis buku-buku, diantara karyanya: Ihya al-Ulum
al-Din yang menjadi salah satu rujukan penting bagi kajian tasawuf, Maqasid
dan Tahafat al-Falasifah, al-Mustafa, al-Basit, al-Wasit, serta al-Wajiz.
Walaupun sudah kurang luas peredarannya, tapi ssebagian besar kitab fiqih
yang menjadi buku dasar atau pengangan ulama Syafiyah sekarang adalah turunan
dari kitab-kitab itu.
No comments