“JILBAB ANTARA BUDAYA DAN SYARIAT ISLAM” - My Articles
Nama: A. Nurhajar Hamsa
Nim: 20100115118
Kelas: PAI 5-6
“JILBAB ANTARA BUDAYA DAN SYARIAT ISLAM”
Perbincangan mengenai aurat memang menimbulkan perbedaan pendapat
antara kaum liberal dan juga kaum ulama klasik. Kaum ulama klasik berpendapat
bahwa perempuan dan laki-laki islam memang harus berbusanaa sopan dan sederhana,
tidak pamer dan tidak mengundang nafsu. Namun menurut kaum liberal, perempuan
tidak wajib memakai jilbab, karena jilbab lebih bernuansa ketentuan budaya
ketimbang ajaran islam, sebab jika jilbab memang ditetapkan untuk perlindungan
atau lebih jauh lagi, untuk meningkatkan prestise kaum perempuan
beriman, maka dengan demikian dapat dianggap bahwa jilbab merupakan sesuatu
yang lebih bernuansa budaya daripada bersifat religi.
Pro dan kontra dalam berpendapat memang biasa, namun yang jelas
penentuan aurat bukanlah untuk menurunkan derajat kaum perempuan, melainkan
sebaliknya. Dan yang menjadi masalah dalam wacana jilbab itu sendiri adalah
persepsi antara budaya dan syariat islam. Disini, tidak sedikit orang yang
salah, sehingga menganggap jilbab sebagai budaya bukan syariat islam.
Quraish syihab kembali berpendapat bahwa agama islam menghendaki
pemeluknya untuk berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsinya sebagaimana
diterapakan oleh syariat islam, yaitu untuk menutup aurat (primer), sedangkan
sekundernya adalah sebagai hiasan atau keindahan.
Secara bahasa budaya adalah pikiran, akal budi, hasil. Secara luas
lagi budaya adalah sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab),
maju atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Dari
berbagai banyak muslimah yang memakai jilbab, satu dengan yang lainnya memiliki
niat yang berbeda dalam memakai jilbab. Ada yang berniat dari hati, dan ada
juga yang mengikuti langkah sang ibu (kebiasaan orang tua). Fenomena lain
tentang berjilbab bisa terasa saat bulan ramadhan, dimana di bulan tersebut
banyak wanita yang memakai jilbab dan menggunakan busana yang lebih sopan saat
keluar rumah. Namun, saat ramadhan berakhir, kerudung pun dilepas. Disini
jilbab seperti sebuah atribut budaya muslimah, dimana hanya dipakai di waktu
tertentu saja. Tidak hanya dibulan ramadhan saja, termasuk saat sekolah
(sekolaah yaang mewajibkan memakai jilbab) ataupun pengajian dan setelahnya
jilbab pun kembali ditanggalkan.
Sebagian orang masih merasa berat untuk mengenakan jilbab sesuai
dengan syariat islam, karena sugesti yang mengatakan bahwa mereka akan terlihat
kuno, susah bergaul, sulit beraktivitas dan sebagainya. Saat budaya modern
diterapkan atau digabungkan, jilbab mulai diterima masyarakat dengan baik.
Jilbab tidak lagi terlihat kuno dan mulai diminati oleh kebanyakan wanita
muslimah yang awalnya enggan memakai kerudung akhirnya memutuskan untuk
memakainya.
Kembali lagi bahwa Rasulullah tidak pernah melarang seseorang untuk
mengikuti tren modern yang menjadi budaya saat ini, namun jangan sampai
melupakan syariat Islam. Islam telah mensyariatkan jilbab untuk menutup aurat para muslimah,
jadi jangan sampai budaya modern mengikisnya.
No comments